Friday, 15 April 2016

SCHISTOSOMIASIS ( DEMAM KEONG )

A.   Latar Belakang
Demam keong (schistosomiasis) walaupun tidak mewabah, tetapi keberadaannya merupakan bagian dari kesehatan masyarakat di daerah tropis seperti Indonesia sehingga memerlukan penanganan yang lebih serius. Penyakit ini tidak tiba-tiba muncul dan tidak menyebapkan banyak korban, tetapi secara perlahan-lahan menggerogoti kesehatan manusia, menyebabkan kecacatan tetap, penurunan intelegensia pada anak dan akhirnya berujung pada kematian. Bebrapa data yang telah dihimpun penulis menunjukan bahwa:
Data WHO menyatakan Penderita schistosomiasis di dunia mencapai 200 juta orang. Sedangkan penduduk yang terancam menderita penyakit ini mencapai 600 juta orang (population of risk).
Data Asia Negara-negara Timur Tengah, China, Jepang, Philipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Thailand. Umumnya terdapat didaerah populasi keong air tawar, rawa, danau dan sungai. Sedangkan di Negara Mesir penyebaranya di sekitar Bendungan Aswan.

Data Nasional Di Indonesia, walaupun demam keong hanya terbatas di daerah tinggi Lindu dan Lembah Napu Sulawesi Tengah, tetapi keberadaanya harus diperhitungkan. Transportasi yang lebih cepat, mobilita penduduk dan hewan yang semakin cepat memungkinkan penyakit tersebut keluar dari daerah tersebut.
Hewan yang menjadi inamg dari cacing schistosoma adalah: sapi, babi, anjing, cacing, kerbau, domba, rusa, kuda, tikus dan celurut.
PREVALENSI PENYAKIT SCHISTOSOMIASIS DI INDONESIA
Penyebab dan Prevalensi Schistosomiasis Di Sulawesi Tengah
Daerah yang di survei
Penduduk yang di intervensi
Persentase
Lembah Lindu (4 desa)
1417
12-57
Daerah Tinggi Napu (9 desa)
936
12-67
Besoa (4 desa)
405
1-8
Sbr: Sub.Dit. Schistosomiasis
Prevalensi Schistosomiasis di Daratan Tinggi Napu Tahun 2001-2004

2001
2002
2003
2004
Jumlah Penduduk
5054
4644
5464
6874
Positif Sch. Japonicum
58
50
35
67
Persentase
1,15
1,08
0,64
0,97
Data lab, sch. Napu subdit P2M DinKes Propinsi Sulawesi Tengah
Prevalensi Schistosomiasis di Lembah Lindu  2001-2004

2001
2002
2003
2004
Jumlah Penduduk
2862
2511
1964
2335
Positif Sch. Japonicum
7
12
12
4
Persentase
1,15
1,08
0,16
0,17
Data lab, sch. Napu subdit P2M DinKes Propinsi Sulawesi Tengah
B.   Etiologi
Schistosomoasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi salah satu jenis spesies cacing termatroda darah. Jenis dan penyebaran schistosomiasis di dunia. Ada empat spesies Schistosoma yang menjadi parasit manusia yaitu: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum dan S. mekongi. Berdasarkan morfologi dan anatomi, cacing schistosoma di masukan dalam kelas termatoda  karena bentuknya yang seperti daun. Sub kelas digenea kerena berkembang dalam tubuh tuan rumah perantara sebelum menjadi dewasa, kemudian dimasukan ke dalam super ordo Anepitheliosystidia, dari ordo Strislatoidea, Sub Ordo Schistosoidea, Family schistosomatidae dan genus Schistosoma.
Ukuran tubuh cacing Schistosoma jantan lebih besar tetapi lebih pendek dari pada cacing betina. Cacing jantan berukuran 9,5 – 19,5 mm x 0,9 mm (tergantung dari spesiesnya) dan cacing betina 16,0 – 26,0 mm x 0,3 mm (tergantung dari spesiesnya).
C.   Masa Inkubasi
Masa inkubasi dari penyakit ini tidak di ketahui secara pasti. Namun, pada umumnya penderita menunjukan gejala setelah enam bulan pasca masuknya cacing schistosoma ke dalam kulit. Dengan alasan ini maka para penduduk yang berada di daerah endemic harus diperiksa tinjanya setiap enam bulan, agar diketahui prevalensinya.
D.   Transmisi
Siklus hidup cacing Schistosoma spp secara umum sama untuk semua spesies. Dimulai dari masuknya cacing pradewasa stadium infektif yang disebut serkaria (cercaria) yang menembus kulit. Di dalam tubuh manusia serkaria akan berubah bentuk menjadi schistosomula yang akan mengikuti system peredaran darah, masuk ke dalam jantung kanan, paru-paru, ke dalam jantung kiri dan keluar ke sistem peredaran darah umum, dan menjadi dewasa di dalam hati. Cacing dewasa kemudian bermigrasi ke habitatnya masing-masing sesuai dengan spesiesnya. Cacing S. mansoni dan S. japonicum akan tinggal di pembuluh darah vena sekitar usus dan hati, misalnya vena porta hepatica dan vena mesenterica superior, sedangkan S. haematobium akan tinggal di pembuluh darah vena sekitar kandung kemih. Di dalam habitat inilah cacing betina akan bertelur mulai dari beberapa butir sampai beberapa ratus per hari. Cacing jantan dan betina selalu berpasangan. Telur cacing dikeluarkan bersama dengan tinja atau urin. Di dalam air, telur akan menetas dan keluar larva yang disebut mirasidia.
Mirasidia yang keluar dari telur akan mencari siput yang sesuai untuk perkembang biakan lebih lanjut. Mirasidia menembus bagian siput yang lunak. Di dalam tubuh siput mirasidia akan berubah bentuk menjadi sporokista induk, kemudian menjadi sporokista anak dan berubah menjadi serkaria.
Dari satu mirasidium dapat membentuk kurang lebih 100.000 serkaria. Serkaria akan keluar dari tubuh siput secara periodic dan berenang dalam air menunggu hospes definitive untuk diinfeksi. Manusia yang melewati perairan yang mengandung serkaria akan tertular apabila tidak memakai pelindung (sepatu boot).
Schistosoma japonicum dapat menginfeksi manusia dan semua jenis hewan mamalia dan menyebabkan sakit (zoonosis) sedangkan S. haematobium bukan zoonosis.
E.   Dampak Sosial Ekonomi
Schistosomiasis menimbulkan dampak ekonomi yang sangat besar.  Di Mesir penyebaran S. masoni dan S. haematobium  betambah luas pada saat dibangun Bendungan Aswan. Penyebaran schistosomiasis makin luas sehingga biaya yang dikeluarkan pemerintah Mesir untuk mengobati penderita baru lebih besar dari pada keuntungan ekonomi yang didapat dari Bendungan tersebut. Hal serupa terjadi juga di Sudan, Cameroon dan beberapa negara di Amerika Latin.  Di Cina S. japonicum tersebar sangat luas di 10 provinsi, satu kotamadya dan satu daerah istimewa dengan penderita 11 juta lebih, kematian yang sangat tinggi22)[3] .
F.    Gejala
Schistosomiasis secara umum mempunyai gejala klinis awal yang sama, misalnya  gatal-gatal pada saat serkaria telah masuk ke dalam kulit, kalau serkaria yang masuk ke dalam kulit cukup banyak akan terjadi dermatitis. Kemudian pada saat larva cacing melewati paru akan terjadi batuk berdahak dan demam.
Pada stadium berikutnya akan terjadi gejala disentri atau urtikaria (pada infeksi S. haematobium). Schistosomiasis mansoni, japonikum dan mekongi dapat menyebabkan hepatomegali (pembengkakan hati) dan splenomegali (pembengkakan limpa).
Pada penderita schistosomiasis japonikum dan mekongi yang sudah parah akan menderita asites yang diikuti dengan kematian.
G.   Pencegahan dan pengobatan
a.    Pengobatan
Pengobatan schistosomiasis pada dasarnya adalah : mengurangi dan mencegah kesakitan dan mengurangi sumber penular. Sebelum ditemukan obat yang efektif, berbagai jenis obat telah dipakai untuk mengobati penderita schistosomiasis, misalnya, hycanthone, niridazole, antimonials, amocanate dsb. Obat-obat tersebut tidak efektif dan beberapa sangat toksik. Pada saat ini obat yang dipakai adalah Praziquantel. Praziquantel sangat efektif terhadap semua bentuk schistosomiasis, baik dalam fase akut, kronik maupun yang sudah mengalami splenomegali atau bahkan yang mengalami komplikasi lain. Obat tersebut sangat manjur, efek samping ringan dan hanya diperlukan satu dosis yaitu 60 mg/kg BB yang dibagi dua dan diminum dalam tenggang waktu 4-6 jam.
b.    Pemberantasan siput penular
Pemberantasan siput penular merupakan satu kesatuan dari program pemberantasan schistosomiasis, sebab dengan pengobatan saja tidak mungkin akan memberantas schistosomiasis. Metoda pemberantasan siput tergantung dari spesies siput tersebut. Siput penular (hospes perantara) Schistosoma mansoni, S. haematobium dan S. mekongi adalah siput air tawar yang selalu berada di dalam air, pemberantasannya dengan molluscicides, berupa bahan kimia yang disemprotkan di permukaan air habitatnya. Sedangkan hospes perantara S. japonicum adalah siput amfibius yang tidak selalu berada di dalam air. Pemberantasannya dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dengan menggunakan molluscicide, penimbunan, pemarasan, pembakaran dan merubah habitat siput menjadi lahan pertanian atau bahkan lapangan golf.


Gambar Cacing Schistosoma Japonicum
Gambar. 1

Gambar Telur Schistosoma
Gambar. 2
Gambar Penderita Schistosomiasis
               
Gambar 3
Siklus Hidup Cacing Schistosoma
Gambar 4




No comments:

Post a Comment