Tuesday, 12 April 2016

SEJARAH EPIDEMIOLOGI

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa epidemiologi dalam pengertiannya dewasa ini merupakan ilmu yang masih relatif baru. Namun demikian, sejarah epidemiologi tidak bisa dipisahkan dengan masa dimana manusia mulai mengenal penyakit menular. Walaupun pada masa itu sumber dan penyebab penyakit masih dianggap berasal dari kekuatan gaib dan roh jahat, tetapi cukup banyak usaha pada zaman purba yang dapat dianggap sebagai usaha untuk melawan epidemi. Umpanya pada kira-kira 1000 tahun S.M. telah dikenal variolasi di Cina untuk melawan penyakit variola, sedangkan orang-orang india pada saat tersebut selain menggunakan variola, juga telah mengenal bahwa penyakit pes erat hubungannya denga tikus, sedangkan kusta telah diketahui mempunyai hubungan erat dengan kepadatan penduduk.

Sebenarnya epidemiologi sebagai sains, yang didasarkan atas pengamatan terhadap fenomena penyakit dalam masyarakat. oleh mereka yang meyakini bahwa keadaan tersebut merupakan suatu fenomena yang terjadi secara teratur (ordered phenomenal) dan bukan sebagai suatu kejadian yang berkaitan dengan kekuatan gaib, telah dikenal sejak zaman Yunani Kuno seperti halnya dengan berbagai ilmu pengetahuan lain yang telah mampu meningkatkan kesejahteraan manusia dewasa ini. Pada zaman kejayaan Yunani dan Romawi Kuno, telah dikenal adanya proses penularan penyakit pada manusia yang sangat erat hubungannya dengan faktor lingkungan. Hal ini telah dikemukakan oleh Hippocrates (abad ke 5 S.M.) dalam tulisannya yang berjudul Epidemics serta dalam catatannya mengenai "Airs, Waters and Places", dimana beliau telah mempelajari masalah penyakit pada masyarakat serta mencoba mengemukakan berbagai teori tentang hubungan sebab-akibat terjadinya penyakit dalam masyarakat. Walaupun pada akhirnya teori tersebut tidak sesuai dengan kenyataan faktor lingkungan dengan kejadian penyakit, sehingga dapat dikatakan bahwa konsep tersebut adalah konsep epidemiologi yang pertama.

Kemudian Galen mengemukakan suatu doktrin epidemiologi yang lebih logis dan konsisten dengan
menekankan teori bahwa dengan beradanya suatu penyakit pada kelompok penduduk tertentu dalam suatu jangka waktu tertentu atau suatu generasi tertentu, sangat dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:
1. Faktor atmosfer (the atmospheric factor)
2. Faktor internal (internal factor)
3. Faktor predisposisi (predisposing  or procatarctic faktor)

Apa yang telah dikemukakan Galen tidak banyak mengalami perubahan selanjutnya dan merupakan dasar pengembangan epidemiologi. 

Pada abad ke-14 dan 15 S.M., masalah epidemi penyakit dalam masyarakat semakin jelas melalui berbagai pengamatan peristiwa wabah penyakit pes dan cacar (variola) yang melanda sebagian besar penduduk dunia. Pada waktu itu, orang mulai menyadari bahwa sifat penularan suatu penyakit dapat terjadi karena adanya kontak dengan penderita. Dalam hal ini dikenal dikenal jasa Veronese Fracastorius (1483-1553) serat Sydenham (1624-1687) yang secara luas telah mengemukakan tentang teori kontak dalam proses penularan penyakit.  Berdasarkan teori kontak inilah asal mulanya usaha isolasi dan karantina yang kemudian ternyata mempunyai peranan positif dalam usaha pencegahan penyakit menular hingga saat ini.

Konsep tentang sifat kontagius dan penularan penyakit dalam masyarakat telah disadari dan dikenal sejak dahulu namun baru pada abad ke-17, teori tentang germ dan peranannya dalam penularan penyakit pada masyarakat mulai dikembangkan. Dalam hal ini Sydenham dapat dianggap sebagai pionir epidemiologi walaupun sebagian teorinya tidak lagi diterima. Sydenham dengan teori serta berbagai perkiraannya terhadap kejadian epidemi, merupakan suatu model penggunaan metode epidemiologi. Pada saat yang sama, Johan Graunt telah mengembangkan teori statistik vital yang sangat bermanfaat dalam bidang epidemiologi. Walaupun Graunt bukan seorang tenaga dokter, tetapi hasil karyanya sangat bermanfaat dalam bidang epidemiologi dengan menganalisis sebab kematian pada berbagai kejadian kematian di sekitar London dan mendapatkan berbagai perbedaan kejadian kematian antara jenis kelamin serta penduduk urban dan rural, maupun perbedaan pada musim tertentu. Disamping Graunt yang telah mengembangkan statistik vital, William Farr telah mengembangkan analisis sifat epidemi berdasarkan hukum matematik. W. Farr mengemukakan bahwa meningkatnya maupun menurunnya serta berakhirnya suatu epidemi mempunyai sifat sebagai fenomena yang berurutan (an orderly phenomenon) yang dewasa ini dianggap mengikuti hukum kurva normal.

Jacob Henle pada tahun 1840 telah mengemukakan teorinya tentang sifat epidemi dan endemi yang sangat erat hubungannya dengan fenomena biologis. Dalam tulisannya dikemukakan bahwa yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit adalah organismse yang hidup  (living organism). Pendapat ini pada waktu yang sama telah mendorong berbagai ilmuan terkemuka seperti Robert Koch, Pasteur dan lainnya untuk menemukan mikroorganisme penyebab penyakit tertentu.

Sejak didapatkannya mikroorganisme sebagai penyebab penyakit, para ahli segera mencoba mencari berbagai penyebab khusus untuk suatu penyakit tertentu. Pada awalnya mereka hanya melakukan pengamatan tehadap penderita perorangan, tetapi kemudian mulai berkembang ke arah hubungan sebab akibat yang dapat menganggu keadaan normal dalam masyarakat. Dari usaha pengembangan imunitas perorangan maupun kekebalan pejamu, mulailah dikembangkan usaha pencegahan penyakit tertentu melalui cara vaksinasi. Perkembangan hubungan sebab akibat yang bersifat penyebab tunggal mulai dirasakan ketidak-masalah dan gangguan kesehatan masyarakat, sehingga mu lailah dipikirkan hubungan yang lebih kompleks dalam proses sebab terjadinya penyakit serta gangguan kesehatan lainnya.

No comments:

Post a Comment